Antara Seorang Pengurus Dakwah dan Mereka yang Bukan

sumber: Google.com
Bismillah.

Tulisan singkat ini sebenarnya kutujukan untuk diriku, yang telah mengalami beberapa fase naik turun keimanan dan melihat dari 2 kacamata berbeda. Mungkin saja, di antara Anda, ada yang melihat hal yang sama denganku; ada yang terjawab dan tak terjawab lalu memilih mindset sendiri. Yah, itu hak setiap orang, sih. Tetapi di sini, aku ingin menawarkan pandangan yang boleh jadi benar, boleh jadi sedikit benar.

Untukmu yang sedang sibuk dalam perjuangan, yang disebut pengurus dakwah atau aktivis. Sempat beberapa kali terdengar olehku dari lisan beberapa aktivis yang ketika sibuk-sibuknya dengan kerjanya lalu melihat kepada mereka yang 'seakan' tak sibuk dengan kerja dakwah lalu mengatakan hal yang seakan meremehkan mereka yang tak turut berkecimpung di dunia itu.

Saudariku, ketahuilah bahwa engkau tak tahu apa yang mereka alami dan ibadah-ibadah mereka kepada Robb mereka. Ingatlah firman Allah 'azza wa jalla,"
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. 'Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu'. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)

Yang paling mulia ialah yang paling bertakwa dan kita tak tahu derajat ketakwaan manusia. Tapi 1 hal yang kutahu,
"kita takkan pernah lebih baik dari orang yang kita anggap remeh".
Sebab ketika hal itu terjadi, benih beracun setan yang bernama 'kesombongan' telah menyusup ke dalam hati kita. Maka, berhati-hatilah saudariku.

Untukmu yang bukan aktivis atau tak secara langsung terlibat dalam kegiatan-kegiatan dakwah yang besar. Ketahuilah bahwa para aktivis, mereka yang secara istiqomah terlibat dalam kegiatan dakwah yang besar adalah mereka "yang paling banyak berkorban"! Ya, mereka berkorban dari sisi harta, usaha, waktu, jiwa, dan segala sisi yang ada pada mereka. Walau begitu banyak kritik, begitu banyak dilema, begitu banyak kesusahan akibat pengorbanan mereka, mereka TETAP seperti itu karena mereka tahu, "untuk mendapatkan surga, memang membutuhkan perjuangan hebat". Dan bukankah begitu yang kita ketahui dan pelajari dari sirah-sirah Rasulullah, para sahabat, tabi'in dan para ulama?

 Bahkan Allah 'azza wa jalla mengabadikan perasaan akibat pengorbanan mereka,
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Kapankah datangnya pertolongan Allah?” (QS. Al Baqarah : 214)

Dan kita sudah sama-sama memahami bahwa di dalam Al-Qur'an, Allah berkali-kali menyebutkan ayat tentang berjihad dengan harta dan jiwa kita untuk jalan Allah. Memang benar bahwa mereka yang tak secara langsung berkecimpung dalam dakwah ini pun melakukan pengorbanan dan perjuangan, mereka yang bukan aktivis pun melakukan ibadah-ibadah yang hanya Allah 'azza wa jalla saja yang tahu, tetapi Saudariku, jangan sekali-kali engkau meremehkan mereka yang berjuang sebagai aktivis. Dan juga, jangan pernah berpikir bahwa pekerjaan sebagai aktivis itu berada dalam daftar hitammu. Sebab bagaimanapun, seharusnya kita adalah aktivis yang aktif bergerak untuk agama ini. Bagaimanapun kita adalah pejuang yang ingin memuliakan negeri ini dengan Islam yang haq. Bagaimanapun, kita adalah jundullah!

Jika dalam satu sisi kita tak mampu seperti mereka, setidaknya, kita bergenggam tangan saling membantu (ta'awun) agar apa yang mereka butuhkan bisa kita penuhi. Dari anak-anak mereka kah yang kita ajarkan dengan baik, dari harta-harta kita kah untuk meringankan beban mereka, dari nasehat-nasehat kita kah untuk meringankan beban jiwa mereka, atau dari sisi mana saja yang kita mampu untuk membantu mereka.
Karena hakikatnya kita adalah saudara, dan kita satu tubuh.

Allahul musta'an.

Pages