Benarkah Kecerdasan Mereka?

Bismillah. Dengan nama Allah yang Maha Esa, Maha Kuasa atas segala sesuatu.
dari Google.com

Sejenak saya berpikir, melihat alam semesta yang begitu luas dan melihat manusia yang lalu lalang. Lantas saya mengingat tayangan di Youtube tentang betapa besarnya alam semesta ini. Bumi yang kita anggap besar ternyata begitu kecil dan hanya secuil saja. Ya, kalau mau dilihat dari langit paling atas, tentulah kita, manusia, tak ubahnya hanya seperti atom saja.
Kemudian, saya kembali mengingat-ingat, mengapa saya berpikir demikian? Maksud saya, tak ada angin tak ada hujan, gambaran mengenai alam semesta itu tiba-tiba saja terlintas di benak saya untuk saya telaah. Jujur, saya sebenarnya tidak begitu suka berpikir atau menghafal, karena tiba-tiba saja kepala saya menjadi aneh, seakan saya ingin mengetahui semuanya dan akan berpikir dalam tentang itu, ujung-ujungnya ya sakit kepala.
Tapi, saya kembali ingat (lagi) mengenai firman Allah ta'ala:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal," (Q.S Ali-'Imran: 190)
Hanya bagi orang-orang yang berakal! Bahkan di ayat lain akan banyak kita temui kata-kata yang serupa seperti,"... bagi orang yang berpikir.."," bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran..", dsb, dll, dkk. Maa syaa Allah.. Padahal semua manusia punya otak tapi ternyata tak semua mempunyai akal sehat!

Lalu saya kembali memikirkan tentang Islam. Tentang ini, Anda yang punya keyakinan lain (read: agama lain) mungkin akan menyanggah atau tak setuju, tapi saya hanya ingin mengajak Anda berpikir. Hanya itu. Sebab, karena kesombongan yang besar, bisa saja Anda jatuh ke lubang yang paling dalam.
Ini mengenai satu kata yang sering kita dengar, "TUHAN".
Saya merasa aneh dengan mereka yang tidak mengakui adanya Tuhan. Ya, mungkin Anda mengatakan itu adalah hak asasi. Tapi, coba Anda simak kisah berikut ini:
Ada seorang ulama yang janji bertemu dengan seorang atheis. di hari dan waktu yang telah ditentukan, atheis tersebut sudah berada di tempat yang dijanjikan. Beberapa menit berlalu, ulama tersebut tak kunjung datang. Lantas, si atheis tersebut sudah berpikiran buruk tentang ulama tersebut. Hingga akhirnya beberapa puluh menit selanjutnya, saat si atheis sudah sangat marah dan hendak pulang, barulah sang ulama tersebut datang dengan berlari-lari kecil.
Si atheis bertanya," Ada apa Anda ini?" dengan sedikit kesal.
Si ulama menjawab," Maaf, tadi sebelum saya ke sini saya harus melalui sebuah sungai. Nah, untuk menyeberang sungai tadi saya agak kebingungan karena tidak ada jembatan. Kalau memutar akan sangat-sangat jauh. Tiba-tiba, pohon-pohon di sekitar tumbang sendiri dan bergerak sendiri membentuk sebuah sampan! Barulah saya bisa tiba ke sini."
Bertambah marahlah si atheis, ia berkata," Mana Mungkin! Tidak masuk akal sampan itu bisa membentuk sendiri!"
Maka ulama menjawab," Anda lebih tidak masuk akal! Jika sampan yang kecil tersebut harus ada yang membuat dan merakitnya, apalagi alam semesta yang begitu sempurna hitungannya! Apalagi tubuh Anda yang begitu sempurna, pasti ada yang menciptakannya!"
Maka akhirnya si atheis tersebut menyadari kebodohan yang selama ini ia alami.

Ya, kecerdasan apa yang dimliki orang yang tidak mengakui Tuhan?
Jika hanya sekedar kecerdasan melakukan rumus matematika, apakah itu cukup menjadi bekal kecerdasannya jika logika sehatnya tak jalan? Padahal matematika membutuhkan logika pula?!

Maka, pikirkanlah kembali tentang alam semesta, tentang tumbuhan yang begitu ajaibnya dapat menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen, tentang tubuh yang begitu sempurna pengaturannya, tentang pergantian siang dan malam yang penuh dengan aturan yang akurat, dan tentang-tentang lainnya yang akan berujung pada satu titik yaitu, semua itu PASTI ada yang menciptakannya, Dialah Dzat Yang Maha Besar yang Maha Kuat, Maha Perkasa, Allah 'azza wa jalla.

Ada juga...
Ya, mengaku Tuhan itu ada. Sayangnya, mereka mengatakan bahwa Tuhan itu 2, atau 3. Pertanyaannya, Sebenarnya hakikat penyandaran kata Tuhan itu pada apa? Bukankah pada sesuatu YANG MAHA BERKUASA? Bukankah PADA PENCIPTA ALAM SEMESTA? Lalu, mengapa Tuhan harus 2 atau 3 dan bukannya CUKUP SATU saja? Mengapa mereka menyandarkan diri pada "sesuatu" yang juga bersandar pada yang lain? Contohnya, batu. Bukankah batu itu tidak dapat melakukan apa-apa? Bergerak saja tidak bisa apalagi jika harus memberikan kebaikan atau keburukan pada seseorang? Atau mengapa mereka menganggap "manusia" sebagai Tuhan?! Padahal manusia seperti kita! Tidak berkuasa penuh atas diri kita. Jika ada yang membantah, coba penuhi syarat saya," Bisakah Anda menjamin untuk menolak kematian jika ia mendatangi Anda?" Setiap manusia akan mati. Bukan saja manusia, seluruh yang bernyawa PASTI mati pada waktunya masing-masing. Lalu, mengapa mereka menjadikan itu sebagai Tuhan?

Maka, ketika kita menanyai hati kecil kita, ketika kita melihat alam semesta, memikirkan tentang diri kita, maka tahulah kita BAHWA Tuhan adalah Dzat yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, TIDAK MEMERLUKAN apapun atau siapapun, TIDAK MUNGKIN sama dengan kita atau makhluk yang kita lihat tapi Dia lebih MULIA dan AGUNG.
Lalu, coba kita melihat sejarah, melihat pula masa kini, tanda-tanda pengenalan tentang Tuhan ini ada!
Ada sebuah kitab yang sempurna, yang terjaga BAHKAN selama 14 abad lamanya! Dan juga, kebenaran kitab ini telah terbukti! Para ilmuwan banyak yang kemudian memeluk agama yang sungguh mempercayai sepenuhnya SATU Tuhan saja untuk diibadahi. Ya, itulah kitab Al-Qur'an. Kitab yang diturunkan pada seorang Nabi yang tidak dapat membaca dan menulis, maka bagaimana bisa Al-Qur'an itu dibuat olehnya? Sungguh, AL-Qur'an itu diturunkan oleh Allah ta'ala, Robb, Tuhan yang Maha Esa, Maha Perkasa, Maha Kuasa, Tidak membutuhkan apa-pun, dan cukuplah tanda-tandaNya di banyak hal di dunia ini.

Dan inilah, kecerdasan yang hakiki...

Hanya mengajak orang yang mau meneliti kebenaran sejati...
Wallohu 'alam.

Kekuatan Sebuah Keyakinan

Dari Google.com
Aku teringat kisah mereka, yang tunduk dalam ketaatan, besar atas kekuatan sebuah keyakinan, pada siapa lagi jika bukan pada pencipta-Nya.
Di suatu saat, cuaca yang cukup panas luar biasa, segerombol manusia tengah bersusah payah mencangkul dan menggali tanah yang mereka pijak. Suasana yang sangat menyengat tak ayal membuat mereka kepayahan. Salah seorang dari mereka yang wajahnya bercahaya, lebih indah dari rembulan, yang juga pemimpin mereka  ikut merasakan kesusahan yang dirasakan oleh semua yang turut bekerja saat itu. Keadaan tanah yang keras pada akhirnya membuat beberapa orang dari gerombolan itu menemui pemimpin mereka. Maka berkatalah beliau,"Bismillah..." lalu menghantam tanah yang keras itu dengan sekali hantaman," lalu beliau melanjutkan," Allah Maha Besar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah, saat ini pun aku bisa melihat Istana Mada'in yang bercat putih". Kemudian beliau menghantam untuk ketiga kali,"Bismillah.." Maka hancurlah sisa tanah yang keras tersebut dan beliau kembali berkata,"  Allah Maha Besar, aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, saat ini pun aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan'a"

Ya, itu adalah sepenggal kisah Perang Ahzab atau yang kita kenal dengan nama Perang Parit, kisah Rasulullah dan para sahabat beliau kala menggali parit. Saat itu kaum Muslimin masih dalam kondisi yang cukup memprihatinkan dari segi jumlah. Sekutu mereka pun sedikit, apalagi Yaman dan Persi saat itu masih menjadi musuh kaum muslimin. Lantas, mengapa Rasulullah saat itu berkata demikian? Mungkin saja kala itu, beliau ingin menggembirakan kaum muslimin juga membangkitkan semangat mereka dengan menyampaikan hal tersebut. Tapi, tetap saja, bukankah saat itu kedua negeri tersebut BELUM menjadi milik kaum muslimin? Namun keyakinan mereka akan janji rasul-Nya tetap membuat kaum muslimin bergembira dan bersemangat.
Beberapa lama setelah kabar gembira itu, banyak sahabat yang berusaha menjadikan hal tersebut menjadi kenyataan hanya bermodalkan keyakinan yang besar akan janji Rasulullah. Namun nihil. Tak ada dari mereka yang berhasil.
Lantas, apakah itu membuat generasi berikutnya mundur dan hilang keyakinan mereka?
Oh... TIDAK!
Bahkan beberapa generasi setelah itu, upaya untuk merealisasikan janji tersebut terus digencarkan.

Ya, lama... lama setelah itu, bahkan puluhan atau ratusan tahun berlalu, tetap saja kaum muslimin masih menetapi usahanya atas janji Rasulullah. Bukan saja untuk mendapatkan kota besar tersebut, tetapi mereka mengejar janji yang lebih mulia dari itu, yaitu menjadi sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik pasukan.

“Sungguh (pasti) Qasthanthiniyah (Konstantinopel) akan di taklukkan, maka sungguh sebaik-baiknya pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baiknya pasukan adalah pasukannya" (HR. Ahmad)

Ya, janji itu ternyata memang BENAR. Keyakinan itu ternyata memang TEPAT. Tahun 857, 800an tahun setelah wafatnya Rasulullah ternyata barulah kota itu sungguh jatuh ke tangan kaum Muslimin, kita mengenal penakluknya sebagai Sultan Muhammad Al-FAtih.

Di lain waktu, ada pula janji lain yang Rasulullah sampaikan. Bahwa Islam pasti akan berjaya dan menguasai jazirah Arab. Orang-orang yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya lantas tertawa tapi tidak sama halnya dengan kaum muslimin. Mereka teguh dan maju dengan keyakinan besar akan janji Allah ta'ala pada Rasul-Nya. Walau bersusah payah selama 23 tahun berjuang, pada akhirnya jazirah Arab sungguh menjadi kekuasaan kaum Muslimin untuk menegakkan kalimat-kalimat Allah ta'ala.

Ya, kekuatan sebuah keyakinan... yang mereka sandarkan hanya pada pencipta-Nya.
Dan tentulah keyakinan kaum muslimin akan jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang ingkar. Sebab sandaran mereka ialah Dzat yang tidak pernah menyalahi janji.
Allah berfirman yang artinya,"Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah." (Q.S Faathir: 5)
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan."(Q.S Al-Ahzab: 22)

Ini adalah contoh yang nyata dari kisah-kisah orang terdahulu dan mereka telah mendapat pertolongan sebagai janji yang benar dari Allah.
Maka YAKINLAH! Yakinlah hanya pada-Nya! Sebab jika engkau masih ragu pada-Nya, maka kepada siapa lagi engkau akan yakin? Sedang hanya Allah saja yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa, Maha Melihat lagi Maha Mendengar.
"Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah." Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" (Q.SYuunus: 31)

Lagipula... Jika engkau tak yakin maka tak ada juga yang engkau dapatkan..

Allah Menyayangimu...

Ada suatu masa saat kita merasa sendiri. Ya, walau tak bermakna harfiah, tetapi perasaan yang terajut adalah sepi. Masalah pun kian menghampiri. Bukan saja masalah eksternal, yang terberat ialah masalah hati. Tapi, mungkin di saat-saat seperti itulah, ada sejumput kasih sayang-Nya untukmu jika engkau mau memikirkan dengan seksama.
Dari google.com
"Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala." (Q.S Al-Mulk:10)
Ya, sekiranya mereka yang sedang terpuruk mau merenungkan firman-firman Allah ta'ala yang merupakan peringatan-Nya... dan juga merenungkan hakikat mengapa ia diberikan sebuah beban yang begitu berat terasa oleh hatinya... tentulah mereka akan mendapat surga nan indah. Karena kecintaan itu sungguh hanya untuk-Nya.
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?"(Q.S Al-Ankabuut:2)
dan di ayat lain Allah ta'ala berfirman:"
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (Q.S Al-Baqarah: 214)

Ya, ujian demi ujian; cobaan demi cobaan; kesedihan demi kesedihan bukanlah indikasi Allah ta'ala memojokkan kita! Itu adalah tanda bahwa Allah ta'ala ingin menghapus kesalahan-kesalahan kita. Dan jika kita bersabar, pahala tanpa batas adalah balasan kita.
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar"(Q.S Al-Baqarah:155)

Itu adalah tanda bahwa Dia sungguh menyayangimu dengan cara-Nya.

Dan siapakah lagi yang lebih mengetahui tentang diri kita selain Dia? Sedang Dia telah menetapkan janji-Nya "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..."(Q.S Al-Baqarah:286)
Sebagaimana kita menonton film-film yang seakan menggambarkan peran seorang guru dalam membentuk potensi anak (Taare Zamen Par) atau seorang pelatih yang akan memberi treatment tertentu untuk personilnya agar bisa mengeluarkan bakat sepenuhnya, jauh lebih dalam Allah ta'ala yang menciptakan kita pun sedang melatih kita, membentuk kita, tidak lain dan tidak bukan tentunya untuk menjadi hamba yang bertakwa, yang mencintai dan dicintai-Nya. Tentu hal ini butuh 'kelulusan'. Bukankah olimpiade saja butuh tes-tes tertentu menguji kelayakan untuk mencapai tingkat berikutnya? Begitu pula dengan tes-tes dari Allah ta'ala yang ingin menaikkan level takwa kita!

So, ketahuilah! Allah menyayangimu...

Pages