Tampilkan postingan dengan label muhasabah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label muhasabah. Tampilkan semua postingan

#Reminder : Hanya Wasilah Saja~

#Yuk, mari sejenak kita muhasabah#

Untuk apa kita menulis?
Apakah karena cita-cita kita ingin menjadi penulis? Penulis terkenal? Untuk apa???

Kenapa kita harus berdakwah di media? Padahal tulisan-tulisan dakwah sudah banyak beredar di jejaring sosial, internet, dsb. Apakah hanya ingin eksis???

Untuk apa kita menjadi seorang penulis?

***

Saudariku, pernahkah engkau mempertanyakan " cita-cita" atau "tujuan" kita? Jika ya, maka semoga ini menjadi bagian tanasuh  (saling menasihati) saja. Untuk sekadar refresh niat kita bergelut dengan kecintaan yang satu ini.

Ada hal yang harus kita pahami bahwa antara tujuan dan washilah terdapat gap yang cukup berbahaya. Tentu dalam hal ini, tentang cara kita memandang "menulis".
Saat kita berkata, "cita-citaku ingin menjadi penulis" maka mungkin saja kita akan mudah terjatuh dalam bentuk ketidakikhlasan yang dikenal dengan "cinta popularitas".
Saudariku, menulis bukanlah tujuan! Ya, bukan sama sekali. Ia hanya washilah saja. Washilah untuk mendapat tujuan utama kita: keridhoan Allah ta'ala. Hanya agar tulisan itu bisa kita bawa menghadap Robb kita bahwa setidaknya kita telah berusaha. Berusaha mendakwahkan dien-Nya dengan potensi yang telah Allah ta'ala titipkan pada diri yang lemah ini. Tulisan kita hanyalah washilah untuk diri kita menggapai ridho-Nya, itu saja tanpa embel-embel.

Makanya, sedikit atau banyak yang membaca tulisanmu, tetaplah menulis. Sedikit atau banyak yang me-'like' tulisanmu, tetaplah menulis. Sebab, tolak ukur diridhoinya pekerjaanmu itu bukan itu semua, kan? Allah ta'ala melihat usahamu. Mau ada atau tidak yang tersentuh dengan tulisanmu, itu pun bukan masalah. Maka, *teruslah menulis*. Para ulama dahulu menjadikan menulis sebagai wasilah mereka menyebarkan kebaikan, bukan bertujuan menjadi seorang penulis terkenal.

Cukuplah perkataan Imam Malik rahimahullah menjadi penguat:
*_pekerjaan yang dilakukan karena Allah pasti akan kekal_*.

Walau sudah banyak media yang mendakwahkan hal yang sama, tetapi, nilai ruhiyah kitalah di sini yang dididik. Lagipula, kita memang sedang "perang" kan dengan media-media thaghut? Daripada saudara(i) kita terjebak dalam kekufuran/kejahilan/kemaksiatan, lebih baik mereka terjebak dalam kebaikan. Menghujani media dengan amar ma'ruf supaya orang-orang kembali memandang yang ma'ruf sebagai kebenaran. Tetapi, sekali lagi, semua dengan izin Allah. Karena keberadaan kita memang hanya ditujukan untuk-Nya. Dan tulisan kita hanyalah washilah saja. :)

#reminder #for_me
#bemuslimahkaffah

Titik Tengah: Antara "Waktu Belajar" dan "Belajar Waktu"

"Tujuan utama hidup kita di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah. Berusaha keras dan biarkan Allah melihatnya. Hasil bukanlah poin utamanya, tapi proseslah yang dilihat-Nya. Tawakkal atau putus asa." (F.A)

Baiklah, mungkin judulnya agak sedikit ngaco kali ya kalau mau dibuatkan perbedaannya. Karena kedua hal tersebut jelas berbeda dan sedikit berbelit-belit. Intinya, saat memutar waktu dan belajar di posisi yang berbeda sebagai subjek maka kita akan tahu bahwa sebenarnya keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tapi, hasil atau efeknya mungkin akan cukup berbeda.
Waktu dari belajar, waktu tentang belajar. Memanfaatkan waktu untuk belajar. Waktu Belajar.
Sedangkan yang satunya, belajar dari waktu. Belajar tentang waktu. Mengupayakan dan mengoptimalkan diri untuk mengambil pelajaran dari tiap waktu yang berlalu. Belajar waktu.

Keduanya sama-sama baik dan bermanfaat, dan kita tak boleh hanya sekedar memilih salah satu. Ketika kita hanya sekedar memanfaatkan waktu untuk belajar tanpa secara real mengambil pelajaran atas waktu yang telah berlalu, dari pengalaman yang terjadi, dan kehidupan yang kita jalani; mungkin kita akan berhasil, tapi nilainya akan berkurang. Hanya seperti robot yang bekerja atas pelajaran akademik dan mengabaikan sosial. Seperti memaksakan diri menyediakan waktu banyak untuk belajar tapi tak juga membekas.
Sebaliknya, hanya sekedar belajar tentang waktu, belajar dari pengalaman tanpa secara serius memanfaatkan waktu juga hasilnya akan melayang-layang. Hanya sekedar melihat-lihat suasana buruk tapi tidak mau memperbaiki. Tahu rumah berantakan, tetap saja berkutat seperti itu sampai nanti sakit parah baru mau membersihkan dan menjaga sanitasi. Well, nasi udah menjadi bubur.

Saat ada yang mengatakan, "kita nggak tahu apa yang terjadi nanti", itu adalah pesan emas 24 karat. Hari ini walau sulit, kita harus tetap berjuang dan menyerahkan semua hasilnya kepada Allah. Karena benar, kita nggak pernah tahu kemana Allah membawa takdir kita. Jika sesuai yang kita inginkan, alhamdulillah. Namun jika tidak, di sinilah apa yang kita usahakan akan sangat berpengaruh.

Belajar dari waktu membuat perasaanku sedikit bercampur aduk. Awalnya kukira, memanfaatkan waktu untuk mempelajari sesuatu adalah satu hal saja. Tapi, aku lupa. Waktu itu bergerak. Setiap detik akan membawa kita ke suasana berbeda, situasi berbeda. Entah baik atau buruk menurut kita. Dan ketika hanya terfokus pada yang lalu-lalu dan sekedar memanfaatkan waktu maka akan sulit diri kita menjalani masa kini. Belajar dari waktu dulu, kini, dan mungkin tiap saat supaya menambah kebijaksanaan kita.


Share: 31 Sebab Lemahnya Iman

31 Sebab Lemahnya Iman
Hussain Muhammad Syamir
Bismillahirrahmaanirrahiim

Judul Buku: 31 Sebab Lemahnya Iman (Al-Ilmaam fii asbaabi dha'fi)
Penulis : Hussain Muhammad Syamir
Penerjemah : Musthafa Aini
Penerbit :  Darul Haq, Jakarta
Tebal : x+180 hlm; 17,5 cm
Tahun terbit : 2001
ISBN : 979-9137-62-4

Saya sangat ingin membagi judul buku yang sangat menakjubkan ini. Jujur saja, setelah sekian lama saya hanya membaca-baca sekilas alias tidak konsisten, membaca buku ini adalah pilihan yang sangat tepat. Alhamdulillah, mungkin ini adalah buku ke-3 atau ke-4 yang benar-benar saya khatamkan dengan sempurna dimulai dari muqaddimah hingga akhir. Ya, boleh dikata, saya memang tipe orang yang mudah bosan membaca secara konsisten pada satu buku sehingga seringnya membaca setengah lalu meninggalkannya. Yang mempu saya khatamkan berulang-ulang hanyalah kitabullah.
Nah, dengan jumlah halaman yang tidak begitu tebal, lebih bisa dikatakan buku saku; buku ini sangat indah membahas perkara yang kebanyakan manusia lengah di dalamnya. Terutama, kita yang hidup dalam hiruk-pikuk dunia secara umum yang tidak mengkhususkan diri terhadap ilmu ad-dien ini maka buku ini sangat penting untuk kita baca.

Titik Tengah: Bermula dari Sini

Bismillahirrahmaanirrahiim

Titik Kedua

Ada saat keikhlasan kita diuji. Mungkin bukan saat kita melakukan kegiatan baik itu, mungkin beberapa lama setelahnya. Saat puing memori amal itu menyeruak, menyesakkan dada. Meminta keadilan terhadap sesuatu yang tak mungkin lagi terputar balik.

Titik Pertengahan: Hidup


Bismillah
Dengan nama Allah

Ar-rahmaan
Yang Maha Pemurah

Ar-rahiim
Yang Maha Penyayang

*******************
Detik ini, aku ingin mulai menuliskan kisah yang rasanya cukup lama terpendam. Pernah menjadi tulisan yang ketika kubaca kembali membuatku tersadar, betapa naifnya diriku.
Rasanya, sudah beberapa lama dan berkali-kali aku melalui fase ini, fase jatuh bangun secara mental dan akal.
Untukmu, yang membaca ini. Mungkin kenal, mungkin pula tidak. Tapi, bagaimanapun, aku ingin membaginya. Dengan satu tujuan saja. Untuk membagi pelajaran berharga selama 20 tahun lebih kehidupanku.
Aku bukanlah siapa-siapa. Sungguh.
Tanpa prestasi, tanpa presisi, tanpa gelar kehormatan. Hanya anak manusia, sama sepertimu. Bahkan jika kau telah mengenalku pun. Aku sangat meragukannya. Heh, rasanya lucu. Bahkan dengan membaca tulisanku ini pun aku tak menjamin bahwa kau sungguh akan mengenalku. Karena aku tak bermaksud memperkenalkan diriku melalui tulisan ini, juga tak bermaksud dikenal.
Dengan tulisan ini aku hanya berharap, kau dapat mengambil pelajaran. Dari satu pasang mata yang menatap dunia. Kau melihat dengan mataku memandang dunia. Dari satu tulisan sederhana ini.
Jadi, buanglah dulu citra diriku yang telah kau kenal. Anggaplah kau tak mengenalku. Dan rasai tulisan ini sebagai dirimu.

*******************

Hidup Menunjukkan Cakarnya

Hidup menunjukkan cakarnya saat titik kedewasaan ingin kita raih. Tiap orang akan melihat cakar berbeda. Dan akan menghadapi cakar itu sesuai pola pikirnya. Peringatan dan cara menghadapinya sebenarnya telah diberikan, hanya saja, ada yang mengambil dan ada yang tidak mengindahkan.


Hidup telah menunjukkan cakarnya. Karena masing-masing orang telah melihatnya. Di tiap sudut kamar sebelum terlelap, auman yang memekakkan telinga akan keganasan seakan menjadi pelengkap harian.

Hati kadang begitu naif. Menyaksikan segala sudut yang memungkinkan sehingga kadang membuatnya lemah. Prinsip. Entah prinsip apa yang ia harus pegang untuk menguatkan pundak dan langkah. Kadang, itu yang terbetik sejenak.

Lemah. Ya. Proses menguatkan diri, mungkin sedang berjalan saat menyadari kelemahan. Lemah menghadapi cengkraman cakar yang bahkan tak pernah terpikir sebelumnya. Tapi, manusia punya sifat kuat bertahan hidup. Sayangnya, tekad kuat takkan berkutik saat semuanya terlambat.

Follow me:
http://zaza17azza.tumblr.com/

S_U_K_S_E_S


Album Pribadi


#Sukses
Kita terlalu banyak berpikir sukses
Bercita besar menjadi orang yang sukses
Tapi, sudahkah kita tahu apa arti sukses?
Sudahkah kita tahu seperti apa sukses itu?
Sini....
Mari...
Ayo kita telaah kembali bagaimana sukses yang hakiki itu
Ini mungkin menurutku, tapi coba kite renungi
Sukses yang hakiki...
Adalah tatkala semua manusia kehausan yang dahsyat akibat sang surya yang hanya sejengkal, sedangkan engkau minum dari telaga yang takkan pernah lagi menghauskan
Adalah ketika semua orang tertunduk lesu, lemas, takut, khawatir; sedangkan engkau bersemu dan dimuliakan dengan mahkota dan mimbar dari cahaya
Adalah saat wajah hitam muram, tetapi wajah dan tubuhmu dipenuhi dengan cahaya yang menyilaukan
Adalah pada masa orang-orang diberi kitab di sebelah kiri, tetapi engkau di sebelah kanan
Adalah hari yang tak ada lagi perdagangan, dan engkau telah memetik hasil dari perdagangan yang paling menguntungkan

Ya, di hari itu
Di yaumul akhir
Di padang mahsyar

Sukseslah di dunia!!! Jadilah orang yang kaya! Sebab kekayaanlah yang mampu membuat kita untuk banyak berderma demi kemaslahatan ummat. Dan Rasul pun tidak meninggalkan utang saat wafatnya pertanda kekayaan yang beliau miliki.
Rasulullah bersabda “Kekayaan itu  tidak berbahaya bagi orang yang bertakwa kepada Allah “ (HR Ahmad)

Tetapi kawan, mari kita bersama mengingat tentang makna sukses yang hakiki. Sebab beratnya hari akhir itu,dan kita  hanya dapat menyelamatkan diri dengan memperbanyak amalan kebaikan dengan ikhlas dan ittiba' (mengikuti sunnah Rasulullah) di saat sekarang.
"Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" (At-Tahriim: 6)

Maka mari sukseskan diri kita di dunia dan akhirat :)

Nama Panggilannya, HARAPAN


Aku memuji Allah atas nikmatNya padaku
Semoga kau juga merasakan nikmat Allah padamu..
Entah nikmat kebaikan atau ujian..:)
Keduanya tetaplah nikmat dariNya

Ya, nama panggilannya adalah harapan
Ia harus kau kenali dengan dalam
Sebab, tanpanya kau akan seperti mayat hidup
Hidup segan mati tak mau
Dan juga sebab, ia selalu ada untukmu walau kau tak menyadarinya
Ia selalu ingin menjadi sahabatmu

Kawan, ia adalah hadiah dari Allah untukmu
Allah selalu membuka harapan untukmu
Seburuk apapun masa lalumu
Atau seburuk apapun dirimu hari ini
Ketika hari berlalu dan kau masih bertemu dengan hari itu, seketika itu pula artinya Allah masih memberimu kesempatan bertemu dengan'nya'

Nama panggilannya adalah harapan
Tiap orang memiliki masa-masa kelam kehidupannya
Tak terkecuali sahabat Rasulullah, masa kelam mereka adalah ketika belum memeluk Islam
Bahkan ketika berada dalam Islam, turun naiknya iman memang adalah hal yang niscaya
Tetapi Allah telah menjamin surga untuk mereka
Dan yang perlu kau ketahui adalah...
Kau tak sendiri
Dan ia selalu menanti untuk kau sadari

Sebagaimana makna yang dalam pada salah satu sabda rasulullah
"Bahkan jika esok kiamat dan engkau memegang sebutir biji kurma,tanamlah!"
Ya, bahkan jika ketakutan akan masa depan yang boleh jadi tak sesuai harapanmu akan kau lalui, tetaplah berusaha! Tetaplah berbaik sangka pada Rabbmu,. Sebab pahala dan rahmat Dia tetapkan atas usahamu..

Maka, kawan, aku bertanya kepadamu dengan mengutip firman llah:
"Belumkah tiba waktunya bagi orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?"(QS Al-hadiid:16)
Harapan untuk meraih surga-Nya
Harapan untuk menjadi manusia yang berguna untuk-Nya
Harapan untuk memberi kebaikan pada dunia, dan terlebih akhirat kita

“Setiap anak cucu Adam pasti selalu melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik mereka yang melakukan kesalahan adalah yang selalu bertaubat kepada-Nya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Ad Darimi)



"Tiap bani adam melakukan dosa, dan sebaik-baik pembuat dosa adalah yang bertaubat"(HR. Bukhari

Boleh Jadi, ini Ramadhan terakhir kita...

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah, sungguh segala puji hanya milik-Nya, Pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, yang menghidupkan dan mematikan, melapangkan dan menyempitkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki. Dengan izin-Nyalah daun-daun berguguran, hujan tercurah, serta manusia dan hewan berkembang biak. Tiada ilah yang berhak disembah selain Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi akhir zaman, Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam beserta keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau hingga akhir zaman.

Ramadhan, semerbak kehangatan dan ketenangan dalam jiwa kala memasukinya. Bulan yang mulia nan penuh berkah. Baru rasanya beberapa saat lalu kita masih memimpikan dan mengharapkan berjumpa dengannya, kini kita tengah berada di dalamnya. Bulan yang di dalamnya pintu-pintu surga dibuka dan tak ada satupun yang ditutup, menandakan besarnya kesempatan kita memasukinya dengan memperbanyak ketaatan-ketaatan; pintu-pintu neraka ditutup dan tiada satupun dibuka menandakan pula besarnya kesempatan kita terhindar darinya dengan menutup pintu-pintu kemaksiatan di bulan ini.
Sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya, “Telah datang bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, Allah mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga di buka pada bulan itu, pintu-pintu neraka di tutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam (kemuliaan/lailatul qadr) yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)”(HR Ahmad (2/385), an-Nasa’i (no. 2106) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Tamaamul minnah” (hal. 395), karena dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain)

Ya, ada yang berbeda dengan Ramadhan ini...

Jadi bingung mulai dari mana.

Baiklah, karena aku orangnya to the point mungkin langsung aja kali ya...
Sejujurnya, kesyukuran yang sangat besar harusnya kita panjatkan kepada Allah ta'ala. Mengapa? Hey! Hari ini Allah masih memberi kita kesehatan dan kehidupan untuk menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Bagaimana tidak? Di bulan ini, pahala-pahala kita dilipatgandakan dan kesempatan menghapuskan kesalahan-kesalahan kita sangat besar! Coba deh, kalau kita ke mall lantas ada diskon 90% tanpa embel-embel bla bla bla, siapa coba yang nggak mau?! Fitrahnya kita pasti menyukai kemudahan dan hadiah alias bonus-bonus. Nah, tatkala Allah ta'ala memasukkan kita ke bulan ini, BONUS bertebaran dimana-mana dari Allah ta'ala untuk kita. Maka, sepatutnyalah kita bersyukur sebab Allah masih mengizinkan kita berjumpa dengan bulan mulia ini.
So pastilah kita ketemu bulan ini...(?) Ada di antara kita yang berpikir seperti ini? Wets, wets, wets, mas bro mba sis, siapa bilang?! Baru-baru belakangan ini Allah ta'ala memberiku pelajaran berharga tentang harga sebuah kehidupan. Sebelum memasuki bulan Ramadhan ini, beberapa teman kehilangan salah satu orang tuanya, dan dipanggilnya mereka ke hadapan sang Pencipta seakan tanpa tanda. Di antaranya ada yang terkena serangan jantung mendadak, di antaranya ada yang kecelakaan. Bukan cuman itu, Ramadhan kali ini pun banyak terdengar kabar kematian terutama dari orang-orang yang kukenal. Nah, kawan, jika kita kembali mengingat, memang 'kan ada orang-orang yang kita kenal kini tidak lagi menyambut Ramadhan bersama kita. Di antara mereka pun ada anak-anak dan remaja. Maka, seharusnya kita menyambut bulan ini memang dengan penuh harap akan dipertemukan karena ajal kita tak ada yang tahu. Lalu kini, saat kita memang telah dipertemukan maka nasihatku, MANFAATKAN ia dengan baik, sebaik-baiknya amalan kita. Seperti dipertemukan dengan jodoh kita setelah sekian lama menunggu. Nah, ada nggak di antara kita yang H2C (Harap-harap cemas tentang itu?). Ketika telah dipertemukan, maka pasti kita akan berusaha semaksimal mungkin menjadi istri yang shalihah dan berbakti (penantiannya lama,'kan?!). Atau permisalan lain yang mungkin lebih dapat kawan pikirkan secara lebih dalam.

Ya, alhamdulillah. Allah masih memberiku nikmat-nikmat yang besar. Dan kenikmatan ini memang sungguh besar terasa karena nikmat itu pernah hilang dariku, terkhusus nikmat kesehatan. Kini, jikapun Allah mengambil nikmat kesehatan itu, aku berharap Allah masih memberiku nikmat kekuatan untuk beribadah pada-NYa. Karena hakikat kesehatan itu 'kan adalah bagaimana kita memanfaatkannya untuk ketaatan?

Di akhir ini, ini kutitipkan pada hatiku pribadi. Boleh jadi ini Ramadhan terakhir kita! Makanya, beberapa hari yang masih ada, penuhi ia dengan semarak ibadah dan mulazamah dengan Al-Qur'an. Penuhi ia dengan perbaikan-perbaikan kualitas qiyam dan shiyam kita. Bertakwalah kepada Allah... Karena Allah beserta orang yang bertakwa dan berbuat kebaikan (QS 16:128), Beriman dan bertawakallah kepada Allah, sebab dengannya Allah akan menjauhkan kita dari pengaruh setan.
"Sungguh setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhan"(QS An-Nahl :99)

Kekuatan Sebuah Keyakinan

Dari Google.com
Aku teringat kisah mereka, yang tunduk dalam ketaatan, besar atas kekuatan sebuah keyakinan, pada siapa lagi jika bukan pada pencipta-Nya.
Di suatu saat, cuaca yang cukup panas luar biasa, segerombol manusia tengah bersusah payah mencangkul dan menggali tanah yang mereka pijak. Suasana yang sangat menyengat tak ayal membuat mereka kepayahan. Salah seorang dari mereka yang wajahnya bercahaya, lebih indah dari rembulan, yang juga pemimpin mereka  ikut merasakan kesusahan yang dirasakan oleh semua yang turut bekerja saat itu. Keadaan tanah yang keras pada akhirnya membuat beberapa orang dari gerombolan itu menemui pemimpin mereka. Maka berkatalah beliau,"Bismillah..." lalu menghantam tanah yang keras itu dengan sekali hantaman," lalu beliau melanjutkan," Allah Maha Besar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah, saat ini pun aku bisa melihat Istana Mada'in yang bercat putih". Kemudian beliau menghantam untuk ketiga kali,"Bismillah.." Maka hancurlah sisa tanah yang keras tersebut dan beliau kembali berkata,"  Allah Maha Besar, aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, saat ini pun aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan'a"

Ya, itu adalah sepenggal kisah Perang Ahzab atau yang kita kenal dengan nama Perang Parit, kisah Rasulullah dan para sahabat beliau kala menggali parit. Saat itu kaum Muslimin masih dalam kondisi yang cukup memprihatinkan dari segi jumlah. Sekutu mereka pun sedikit, apalagi Yaman dan Persi saat itu masih menjadi musuh kaum muslimin. Lantas, mengapa Rasulullah saat itu berkata demikian? Mungkin saja kala itu, beliau ingin menggembirakan kaum muslimin juga membangkitkan semangat mereka dengan menyampaikan hal tersebut. Tapi, tetap saja, bukankah saat itu kedua negeri tersebut BELUM menjadi milik kaum muslimin? Namun keyakinan mereka akan janji rasul-Nya tetap membuat kaum muslimin bergembira dan bersemangat.
Beberapa lama setelah kabar gembira itu, banyak sahabat yang berusaha menjadikan hal tersebut menjadi kenyataan hanya bermodalkan keyakinan yang besar akan janji Rasulullah. Namun nihil. Tak ada dari mereka yang berhasil.
Lantas, apakah itu membuat generasi berikutnya mundur dan hilang keyakinan mereka?
Oh... TIDAK!
Bahkan beberapa generasi setelah itu, upaya untuk merealisasikan janji tersebut terus digencarkan.

Ya, lama... lama setelah itu, bahkan puluhan atau ratusan tahun berlalu, tetap saja kaum muslimin masih menetapi usahanya atas janji Rasulullah. Bukan saja untuk mendapatkan kota besar tersebut, tetapi mereka mengejar janji yang lebih mulia dari itu, yaitu menjadi sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik pasukan.

“Sungguh (pasti) Qasthanthiniyah (Konstantinopel) akan di taklukkan, maka sungguh sebaik-baiknya pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baiknya pasukan adalah pasukannya" (HR. Ahmad)

Ya, janji itu ternyata memang BENAR. Keyakinan itu ternyata memang TEPAT. Tahun 857, 800an tahun setelah wafatnya Rasulullah ternyata barulah kota itu sungguh jatuh ke tangan kaum Muslimin, kita mengenal penakluknya sebagai Sultan Muhammad Al-FAtih.

Di lain waktu, ada pula janji lain yang Rasulullah sampaikan. Bahwa Islam pasti akan berjaya dan menguasai jazirah Arab. Orang-orang yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya lantas tertawa tapi tidak sama halnya dengan kaum muslimin. Mereka teguh dan maju dengan keyakinan besar akan janji Allah ta'ala pada Rasul-Nya. Walau bersusah payah selama 23 tahun berjuang, pada akhirnya jazirah Arab sungguh menjadi kekuasaan kaum Muslimin untuk menegakkan kalimat-kalimat Allah ta'ala.

Ya, kekuatan sebuah keyakinan... yang mereka sandarkan hanya pada pencipta-Nya.
Dan tentulah keyakinan kaum muslimin akan jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang ingkar. Sebab sandaran mereka ialah Dzat yang tidak pernah menyalahi janji.
Allah berfirman yang artinya,"Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah." (Q.S Faathir: 5)
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan."(Q.S Al-Ahzab: 22)

Ini adalah contoh yang nyata dari kisah-kisah orang terdahulu dan mereka telah mendapat pertolongan sebagai janji yang benar dari Allah.
Maka YAKINLAH! Yakinlah hanya pada-Nya! Sebab jika engkau masih ragu pada-Nya, maka kepada siapa lagi engkau akan yakin? Sedang hanya Allah saja yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa, Maha Melihat lagi Maha Mendengar.
"Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah." Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" (Q.SYuunus: 31)

Lagipula... Jika engkau tak yakin maka tak ada juga yang engkau dapatkan..

Pages