Titik Pertengahan: Hidup


Bismillah
Dengan nama Allah

Ar-rahmaan
Yang Maha Pemurah

Ar-rahiim
Yang Maha Penyayang

*******************
Detik ini, aku ingin mulai menuliskan kisah yang rasanya cukup lama terpendam. Pernah menjadi tulisan yang ketika kubaca kembali membuatku tersadar, betapa naifnya diriku.
Rasanya, sudah beberapa lama dan berkali-kali aku melalui fase ini, fase jatuh bangun secara mental dan akal.
Untukmu, yang membaca ini. Mungkin kenal, mungkin pula tidak. Tapi, bagaimanapun, aku ingin membaginya. Dengan satu tujuan saja. Untuk membagi pelajaran berharga selama 20 tahun lebih kehidupanku.
Aku bukanlah siapa-siapa. Sungguh.
Tanpa prestasi, tanpa presisi, tanpa gelar kehormatan. Hanya anak manusia, sama sepertimu. Bahkan jika kau telah mengenalku pun. Aku sangat meragukannya. Heh, rasanya lucu. Bahkan dengan membaca tulisanku ini pun aku tak menjamin bahwa kau sungguh akan mengenalku. Karena aku tak bermaksud memperkenalkan diriku melalui tulisan ini, juga tak bermaksud dikenal.
Dengan tulisan ini aku hanya berharap, kau dapat mengambil pelajaran. Dari satu pasang mata yang menatap dunia. Kau melihat dengan mataku memandang dunia. Dari satu tulisan sederhana ini.
Jadi, buanglah dulu citra diriku yang telah kau kenal. Anggaplah kau tak mengenalku. Dan rasai tulisan ini sebagai dirimu.

*******************


Titik Pertama

Terkadang hidup ini sederhana. Sesederhana membuka mata di pagi hari dan kau menyadari bahwa kehidupan masih menemanimu. Sesederhana nafas yang kau hirup tiap detik. Sesederhana jantung yang berdegup, memompa darah dengan begitu teratur dalam rongga dada kirimu.
Ya, terkadang saat kejenuhan menyapa dan kau ingin mengambil langkah. Lalu kau diam sejenak berpikir. Ternyata tak cukup sejenak. Membutuhkan berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Lantas kau terhenti pada satu titik sederhana. Hidup ini tentang tujuan dan kebahagiaan. Tujuan untuk beribadah, dan kebahagiaan menjalaninya.

Hidup tak melulu tentang ambisi dan pengakuan orang lain. Salah? Tidak! Tapi, hatimu. Puaskah?
Bukan pula melulu tentang masa lalu yang membuatmu takut hingga fobia terhadap apapun. Bahkan ketika hingga kini membentuk dirimu. Haha. Karena ini sungguh banyak terjadi. Serius! Ini tentang diri hari ini yang mencoba bangkit dan memperbaiki diri. Susah? Ehm... pikirkan saja, kau akan berubah. Sesederhana itu. Lalu, lakukan tahapnya.

Hidup juga tentang bersyukur atas apa yang dimiliki. Kau tahu air minum? Ya, sekarang orang-orang modern menggunakan dispenser dan galon. Aku punya cerita menarik. Belakangan ini, air minum di rumahku terasa tidak enak. Seperti raasa remah tembok. Sangat tidak enak rasanya apalagi jika dijadikan teh, kopi. atau semacamnya. Awalnya, ketika rasanya berubah, aku memang langsung mengomentari tentang rasanya dan mengeluarkan uneg-uneg. Tahu yang terjadi? Rasanya semakin tidak enak. Adikku pun merasakannya. Serius! Tapi, suatu malam, aku tersadar tentang kebodohan lidah dan hatiku ini. Lalu, aku membaca al-fatihah dan meminta maaf pada airnya. Gila? Ya, sepertinya. Siapa yang berbicara pada air? Tapi, apa yang terjadi selanjutnya, kau akan bisa menebaknya. Dengan sedikit was-was, aku mengambil air minum itu, meluruskan niatku dan meneguknya. Rasanya? ENAK! Ini benar terjadi. Kesimpulannya, bukan tentang caraku yang gila. Tapi tentang SYUKUR. Saat syukur itu hilang, maka nikmat itu hilang. Dan sebaliknya.
Allah memberiku ujian berupa sakit (yang aneh). Aku bukannya mau mellow, tapi ingin menyampaikan. Kadang sesuatu yang berharga baru terasa saat kehilangan. Iya, 'kan?

Tapi, di sisi lain aku bersyukur. Saat ada yang mengatakan: Jika kau jatuh, mungkin itu karena Tuhan punya sesuatu yang berharga yang harus kau temukan di bawah sana.
Dan, here I am, aku mulai merasakannya. Bagitu banyak pelajaran berharga, saat sakit ini menyapaku. Mungkin itulah kenapa saat suatu yang tak kita sukai menyapa, sebaiknya kita mengatakan "Alhamdulillah 'alaa kulli haal" (Segala puji bagi Allah atas setiap keadaan). Sebab hakikatnya, semua keadaan itu baik. Tergantung cara kita memandangnya.

_Bersambung_


0 komentar:

Posting Komentar

Pages