Titik Tengah: Belajar Naik Motor



Titik Ketiga
Belajar Naik Motor

Hei, apa kau pandai berkendara sepeda motor? Ya? Jika ya, maka kenalkan, aku juga. Jika tidak, yaa dulu pun aku tak bisa tapi sekarang bisa, sih. ^^~

Kau tahu, proses belajar bagiku untuk mampu naik motor seperti sekarang ini (cukup bisa dibilang kompeten) sangat panjang. Dan menurutku, mungkin sebagian besar orang takkan percaya. Aku belajar naik motor selama 3 tahun dulu. Dan selama 3 tahun terlewati itu, kualifikasiku hanyalah: MAMPU. Ya! Hanya sekedar sudah bisa injak gas, rem, dan pegang setir. Itu pun kata mama, setirku sering miring-miring. Boleh dibilang, saat naik motor mungkin aku seperti orang mabuk. Hehe.

Lama, bukan?



Oh, sudah banyak kecelakaan yang kulakukan (eh) kualami. Kalau aku yang melakukannya bukan kecelakaan tapi kesengajaan. Mulai dari tabrak got, tabrak aspal (nah, lho?)  tabrak pohon sampai naik motor ala koboi pun sudah (motornya serius lompat-lompat). Ya, alhamdulillah belum tabrak orang. Oh, bukan belum! TIDAK! Na'udzubillah, amit-amit.

Yah, pada dasarnya bukan 3 tahun penuh sih, mungkin dalam setahun hanya beberapa hari atau beberapa pekan. Lanjut lagi tahun besoknya, lanjut lagi tahun besoknya. Artinya: masa penenangan diri dari traumaku jauh lebih panjang. Ha!

Dulu, aku bermimpi bahwa suatu hari aku akan bisa mengendarai motor seperti Messi (nah, lho? itu 'kan pemain bola), maksudku seperti Leonardo di Caprio atau siapalah nama pemain balap motor terkenal itu (maaf Leonardo di Caprio itu artis ya bukan pemain bola atau pebalap). Baiklah, mungkin aku sedikit berlebihan, setidaknya aku bisa mengendarai motor secara dinamis meliuk-liuk kayak ikan. Kau tahu kan maksudku?

Ehm, sejujurnya, tahun ke-4 lah aku mulai benar-benar mengendarai motor di jalanan bebas a.k.a jalan raya. Itu pun karena TERPAKSA. Terpaksa gimana? Well, waktu itu, aku menjadi panitia sebuah acara dan sementara berada di sekret. Tiba-tiba ada seorang yang bertanya: "Siapa bisa bawa motor?" dan karena menurutku kualifikasiku sudah berada di titik bisa makanya kujawab: "saya, kak." (dalam hati sok). Ternyata, mereka butuh pengantar undangan. Waktu itu, hanya dari abdesir ke antang, sekitar 3 km lah. Sebenarnya hatiku ragu, tapi karena tidak ada seorang pun yang bisa selain aku, akhirnya kuberanikan diri menjalani kehidupan ini. Dan UNIKNYA lagi, saya menggonceng seseorang. WOW. Dan orang itu, tidak tahu apa yang menggoncengnya. Ckckck. Maka dilaluilah hari penuh liku-liku yang dramatis itu. And you know what? MACET!! Sebenarnya tanganku gemetaran, tapi aku pandai menutup kegugupanku. Pikiranku hanya dipenuhi dengan "rem" dan "gas". Takutnya aku salah yang mana rem yang mana gas soalnya aku belum kenal motor matic saat itu, aku menggunakan motor gigi. Tapi, AJAIBNYA, aku dan si dia selamat pulang balik ke abdesir lagi. Dalam hatiku berkata: Saya selamat ini semata-mata karena Allah aja yang ngejaga. Rasanya terharu gimanaa gitu.

Ya, menurutku penting mengemukakan pengalaman pertamaku naik motor di jalan raya karena di situlah awal debut karirku sebagai pengendara motor dimulai.

Tapi, yang ingin kusampaikan dari kejadian ini adalah: saat kita tak menyerah dengan mimpi, suatu saat mimpi itu akan menjadi kenyataan. Tidak percaya? Ya, kau harus percaya. Dari seseorang sepertiku yang sangat jauh dari kata dinamis dalam kinestetik (ya, aku bukanlah olahragawati), hari ini aku bisa dengan percaya diri mengatakan telah kompeten mengendarai motor. Oh, kawan, bukan aku yang bilang begitu. Orang-orang yang telah kugoncenglah yang mengatakannya. Aku pernah menggonceng orang gemuk, ibu dengan 2 anak, ibu dengan 1 anak, pernah menggonceng beberapa rak telur, menggonceng  dengan bawaan penuh, pernah melalui jalanan berbatu-batu (tanpa aspal) dan sekelumit pengalaman dengan 'Adiyat (nama motor kesayanganku). Kau tahu, itu dulu HANYA MIMPI. Saat kubilang mimpi, benar-benar mimpi (saat tidur aku memimpikannya betulan). Dan hari ini menjadi KENYATAAN.

Ehm, jujur, banyak hal lain yang kupelajari saat mampu dan kompeten naik motor. Tentang menghargai, peka, mengendalikan perasaan, emosi, dan lainnya. Soalnya, yang paling sering membuatku kecelakaan adalah ketika gas telah kutarik dan tiba-tiba hatiku merasa seperti melayang. Ya, sekarang aku sudah mampu mengendalikannya.

Intinya, bagiku, belajar naik motor memberiku pelajaran yang sangat berharga untuk memetik titik tengah.

0 komentar:

Posting Komentar

Pages