Kita takkan terpaut masa
Dalam jarak yang menggelorakan rasa
Dalam hening yang membuncahkan asa
Kita takkan terpaut masa
Di sana dalam ruang hampa cinta
Genggaman takkan merenggang
Buai lantunan indah kata
Tiada guna dibanding dalamnya samudera rasa
--F.A--
Home / Archive for 2017
Tak Inginkah Kita Menjadi Sahabatnya?
الحمد لله,الصلاة
والسلام على رسول الله.
Sesungguhnya,
segala puji hanya milik Allah k, kita memuji-Nya, memohon pertolongan
kepada-Nya, dan memohon ampunan kepada-Nya, serta kita berlindung kepada-Nya
dari keburukan diri kita dan keburukan amalan-amalan kita. Barangsiapa yang
dikehendaki oleh Allahkpetunjuk (hudaa) maka tak ada yang dapat menyesatkannya
dan barangsiapa yang dikehendaki oleh-Nya sesat maka tak ada yang dapat
memberinya petunjuk. Kami bersaksi bahwa tak ada ilah (sembahan yang haq)
selain Allah kdan Muhammad n adalah hamba dan utusan-Nya.
Saudariku,
muslimah…
Pernahkah
engkau memiliki sahabat? Bagaimana rasanya memiliki seorang sahabat karib?
Senang ya? Ada tempat berbagi, minta nasihat, ada yang menemani, dan kalau
kesusahan ada yang bantuin! Wah, siapa sih yang tak ingin sahabat kalau
begini?! Tapi, tahu nggak sih, muslimah, kalau ada sahabat yang lebih baik dari
sahabat-sahabat ‘manusia’ kamu? Nggak?! Nah, sini sini… coba buka lemari kamu
atau rak buku di rumahmu atau yang biasa dipajang tuh di samping televise atau
di musholla rumah kamu. Sudah ketemu? Sudah tahu kan? Sudah kenal kan? Ya! Dia
adalah Al-Qur’an.
Tahu, nggak
sih muslimah…?
Sahabat dan
keluarga kita di dunia ini, mereka mungkin akan menemani kita, bercanda tawa
dengan kita, mengurangi kesusahan kita, tapi semua itu hanya di dunia ini saja.
Saat masa ujian kita di dunia ini telah berakhir dan kita sudah harus
mempertanggungjawabkan hasil ujian dunia kita kepada Robb kita ‘azza wa jalla,
maka mereka akan meninggalkan kita. Jangankan masa pertanggungjawaban di yaumul
hisab nanti, pre-yaumul hisab-nya alias alam kubur aja mereka sudah nggak ada
menemani kita! Allahumma…
Kita hanya
sendiri, berteman sepi. Kita sendiri beralas tanah dan juga beratap tanah. Kita
hanya seorang diri, menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir. Kita hanya
sendiri! Hingga hari pembangkitan tiba, maka kitapun dibangunkan untuk
mempertanggungjawabkan kembali hasil usaha kita di dunia. Di bawah terik
matahari yang hanya sejengkal, tanpa sehelai pakaian. Pada saat itu pandangan
kita tertunduk, tubuh kita gemetar ketakutan tentang apa yang akan kita katakan
pada Robbul ‘alamin?!
“Pada hari,
ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata,
kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah;
dan ia mengucapkan kata yang benar. Itulah hari yang pasti terjadi. Maka
barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada
Tuhannya.” (Qs. An-Nabaa’: 38-39)
Pada saat
itu, saudariku… pada saat itulah kita sangat membutuhkan pertolongan! Kita akan
mencari kesana-kemari meminta syafa’at (pertolongan) untuk meringankan
kesulitan kita yang teramat sangat.
“dan tidak
ada seorang teman akrabpun menanyakan temannya, sedang mereka saling memandang.
Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari
itu dengan anak-anaknya, dan isterinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang
melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian
(mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya.” (Q.S Al-Ma’arij: 10-14)
Pada saat
itulah… Al-Qur’an akan datang
وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي
فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَان
“….Sedangkan al Qur`an berkata : “Aku telah
menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi
syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at”. [HR Ahmad, II/174; al
Hakim, I/554; dari Abdullah bin ‘Amr. Sanad hadits ini hasan. Hadits ini
dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh Imam adz Dzahabi. Dishahihkan juga
oleh syaikh al Albani dalam Tamamul Minnah, hlm. 394]
Pada hari
tidak ada syafaat kecuali syafaat yang diizinkan oleh Allah, Al-Qur’an akan
memberikan syafa’at. Tetapi, kepada siapa? Tahulah engkau jawabannya wahai
saudariku, ia adalah mereka yang semasa di dunia ini bersahabat dengan
Al-Qur’an.
“Dari Abi
Umamah a ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah n bersabda, “Bacalah olehmu Al
Qur’an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi
para pembacanya (penghafalnya).” (HR. Muslim)
Inilah yang
akan menyelamatkanmu, lantas, tak maukah engkau bersahabat dengannya? Tak
maukah engkau menjadi ahlul qur’an?
Siapakah
yang dimaksud ahlul
qur’an dan ahlullah
(keluarga Allah) atau hamba-hamba khusus bagi Allah dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
:
إِنَّ
لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنَ النَّاسِ قَالُوا : مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ :
أَهْلُ الْقُرْآنِ هُمْ أَهْلُ
اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ
“Sesungguhnya Allah mempunyai
keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?”
Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba
pilihanNya” (HR. Ahmad)
Simak penjelasan Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah– berikut: (Syarah Risalah Al-‘Ubudiyyah
halaman: 64. Dar Ibnul Jauzi, Cetakan pertama; th 1435 H)
“Yang dimaksud ahlul qur’an bukan orang yang sekedar menghafal
dan membacanya saja. Ahlul qur’an
(sejati) adalah yang mengamalkannya, meskipun ia belum hafal Qur’an.
Orang-orang yang mengamalkan Al-Qur’an; menjalankan perintah dan menjauhi
larangan, serta tidak melanggar batasan-batasan yang digariskan Al-Qur’an,
mereka itulah yang dimaksud ahlul qur’an,
keluarga Allah serta orang-orang pilihannya Allah. Merekalah hamba Allah yang
paling istimewa.
Adapun
orang yang hafal Al-Qur’an, membaguskan bacaan Qur’an nya, membaca setiap
hurufnya dengan baik. Namun jika ia menyepelekan batasan-batasan yang
digariskan Al-Qur’an, ia bukan termasuk dari ahlul
qur’an. Tidak pula termasuk dari orang-orang khususnya Allah.
Jadi
ahlul qur’an
adalah orang yang berpedoman dengan Al-Qur’an (dalam gerak-gerik kehidupannya),
ia tidak menjadikan selain Al-Qur’an sebagai panutan. Mereka mengambil fiqih,
hukum-hukum dari Al-Qur’an, serta menjadikannya sebagai pedoman dalam
beragama..”
Jadi,
saudariku, masih tak inginkah engkau menjadi ahlul qur’an, ahlullah?
Janganlah
diri kita menjadi yang sebagaimana difirmankan oleh Allah ‘azza wa jalla,
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا
الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
“Dan Rasul
(Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an
ini diabaikan.” (QS.
al-Furqan: 30)Ibnu Katsir menjelaskan makna “Mahjura (diabaikan)“ dalam kitab tafsirnya dengan beberapa pengertian, di antaranya,
1.Orang-orang musyrikin enggan mendengarkan (bacaan) al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ
وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Dan orang-orang
yang kafir berkata, “Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) al-Qur’an ini dan
buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan mereka.” (QS. Fushshilat:26)Dahulu, apabila dibacakan kepada mereka al-Qur’an, mereka membuat gaduh (hiruk pikuk) dan memperbanyak pembicaraan yang lain sehingga mereka tidak mendengar bacaan al-Qur’an.
Note:
Dalam nash aslinya tertera (لَا يَصْغَوْنَ لِلْقُرْآنِ وَلَا يَسْمَعُوْنَه) kata (لَا يَصْغَوْن ) bermakna ( لَا يَسْتَمِعُوْنَ ), dan kata (يَسْمَعُ) berarti hanya sekedar mendengarkan tanpa teriringi tadabur maupun penghayatan, adapun kata ( يَسْتَمِعُ ) bermakna mendengarkan sembari diikuti penghayatan dan tadabur dalam hati. Dan orang-orang musyrikin enggan mendengarkan bacaan al-Qur’an dengan cara kedua-duanya, baik hanya sekadar mendengarkan, terlebih harus mentadaburi dan menghayati firman Allah tersebut.
2.Tidak mengamalkan (isinya) dan tidak berusaha menghafalnya juga termasuk dalam arti mengabaikan al-Qur’an.
3.Tidak beriman dan tidak membenarkannya juga masuk dalam kategori mengabaikan al-Qur’an.
4.Enggan mentadaburi dan tidak mau berusaha memahami (maknanya) juga termasuk bagian dari mengabaikan al-Qur’an.
5.Tidak mengamalkannya, berupa tidak melaksanakan perintah-perintahnya dan tidak menjauhi larangan-larangannya, ini juga termasuk dalam kriteria mengabaikan al-Qur’an.
6.Berpaling darinya dan menuju ke yang selainnya, baik berupa syair, perkataan, nyanyian, senda gurau, obrolan, atau berupa metode yang teradopsi dari selain al-Qur’an. Perbuatan ini juga termasuk mengabaikan al-Qur’an. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Katsir, 6/98-99)
Wal’iyadzubillahi
min dzalik.
Semoga
Allah menerangi hati kita dengan Al-Qur’an dan memberikan kita petunjuk untuk
menjadi shahibatul qur’an.
Allahul
musta’an (FA)
Langganan:
Postingan
(
Atom
)